Skip to main content

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Naskah asli/Penjelasan









Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Naskah asli/Penjelasan


Dari Wikisource bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

< Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945‎ | Naskah asli(Dialihkan dari Penjelasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945)

Jump to navigation
Jump to search




Daftar isi






  • 1 Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945


    • 1.1 BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA


    • 1.2 BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


      • 1.2.1 Pasal 2


        • 1.2.1.1 Ayat 2




      • 1.2.2 Pasal 3




    • 1.3 BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA


      • 1.3.1 Pasal 4 dan pasal 5 ayat 2


      • 1.3.2 Pasal 5 ayat 1


      • 1.3.3 Pasal 6, 7, 8, 9


      • 1.3.4 Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15




    • 1.4 BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG


      • 1.4.1 Pasal 16




    • 1.5 BAB V KEMENTERIAN NEGARA


      • 1.5.1 Pasal 17




    • 1.6 BAB VI PEMERINTAHAN DAERAH


      • 1.6.1 Pasal 18




    • 1.7 BAB VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


      • 1.7.1 Pasal 19, 20, 21, dan 23


      • 1.7.2 Pasal 22




    • 1.8 BAB VIII HAL KEUANGAN


      • 1.8.1 Pasal 23


        • 1.8.1.1 Ayat 5






    • 1.9 BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN


      • 1.9.1 Pasal 24 dan 25




    • 1.10 BAB X WARGANEGARA


      • 1.10.1 Pasal 26


      • 1.10.2 Pasal 27, 30, dan 31


      • 1.10.3 Pasal 28, 29, dan 34




    • 1.11 BAB X1 AGAMA


      • 1.11.1 Pasal 29




    • 1.12 BAB XII PERTAHANAN NEGARA


      • 1.12.1 Pasal 30




    • 1.13 BAB XIII PENDIDIKAN


      • 1.13.1 Pasal 31


      • 1.13.2 Pasal 32




    • 1.14 BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL


      • 1.14.1 Pasal 33


      • 1.14.2 Pasal 34




    • 1.15 BAB XV BENDERA DAN BAHASA


      • 1.15.1 Pasal 35


      • 1.15.2 Pasal 36




    • 1.16 BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR


      • 1.16.1 Pasal 37









Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945[sunting]



BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA[sunting]



BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT[sunting]



Pasal 2[sunting]


Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh golongan. seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat.


Yang disebut "golongan-golongan" ialah badan-badan seperti koperasi serikat pekerja, dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi.



Ayat 2[sunting]


Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan persidangan istimewa.



Pasal 3[sunting]


Oleh Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang, kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mengingat dinamika masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk di kemudian hari.



BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA[sunting]



Pasal 4 dan pasal 5 ayat 2[sunting]


Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir reglementair)



Pasal 5 ayat 1[sunting]


Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam negara.



Pasal 6, 7, 8, 9[sunting]


Telah jelas.



Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15[sunting]


Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.



BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG[sunting]



Pasal 16[sunting]


Dewan ini ialah sebuah Council of State ( DEWAN NEGARA) yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah. Dewan ini hanya sebagai badan penasehat.



BAB V KEMENTERIAN NEGARA[sunting]



Pasal 17[sunting]


Lihatlah di atas.



BAB VI PEMERINTAHAN DAERAH[sunting]



Pasal 18[sunting]


I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.


Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.


Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.


Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.


II. Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgetneenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.


Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.



BAB VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT[sunting]



Pasal 19, 20, 21, dan 23[sunting]


Lihatlah diatas.


Dewan ini harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan
undang-undang dari pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk
menetapkan undang-undang.


III. Dewan ini mempunyai juga hak begrooting pasal 23.


Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol pemerintah.


Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.



Pasal 22[sunting]


Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagal ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.



BAB VIII HAL KEUANGAN[sunting]



Pasal 23[sunting]


Ayat I memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.


Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.


Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat daripada kedudukan pernerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.


Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


Juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.


Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.



Ayat 5[sunting]


Cara pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab pernerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas pemerintah.


Sebab itu kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan undangundang.



BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN[sunting]



Pasal 24 dan 25[sunting]


Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.
kibal kiday



BAB X WARGANEGARA[sunting]



Pasal 26[sunting]


Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara, Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.



Pasal 27, 30, dan 31[sunting]


Telah jelas.


Pasal-pasal ini mengenai hak-hak warga negara.



Pasal 28, 29, dan 34[sunting]


Pasal ini mengenai kedudukan penduduk.


Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersngerti oraifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perkemahan



BAB X1 AGAMA[sunting]



Pasal 29[sunting]


Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.



BAB XII PERTAHANAN NEGARA[sunting]



Pasal 30[sunting]


Menyangkut tentang pertahanan Negara



BAB XIII PENDIDIKAN[sunting]



Pasal 31[sunting]


belum jelas



Pasal 32[sunting]


Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya.


Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia.



BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL[sunting]



Pasal 33[sunting]


Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.


Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.


Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.


Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.



Pasal 34[sunting]


Telah cukup jelas, lihat diatas.



BAB XV BENDERA DAN BAHASA[sunting]



Pasal 35[sunting]


Telah jelas.



Pasal 36[sunting]


Telah jelas.


Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-balk (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.


Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.



BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR[sunting]



Pasal 37[sunting]


Telah jelas.
bunyi undang-undang daar 45 pasal 53 ayat 1









Diperoleh dari "https://id.wikisource.org/w/index.php?title=Undang-Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945/Naskah_asli/Penjelasan&oldid=45205"





Menu navigasi



























(window.RLQ=window.RLQ||).push(function(){mw.config.set({"wgPageParseReport":{"limitreport":{"cputime":"0.040","walltime":"0.044","ppvisitednodes":{"value":131,"limit":1000000},"ppgeneratednodes":{"value":0,"limit":1500000},"postexpandincludesize":{"value":0,"limit":2097152},"templateargumentsize":{"value":0,"limit":2097152},"expansiondepth":{"value":2,"limit":40},"expensivefunctioncount":{"value":0,"limit":500},"unstrip-depth":{"value":0,"limit":20},"unstrip-size":{"value":0,"limit":5000000},"entityaccesscount":{"value":0,"limit":400},"timingprofile":["100.00% 0.000 1 -total"]},"cachereport":{"origin":"mw1269","timestamp":"20190202062846","ttl":2073600,"transientcontent":false}}});mw.config.set({"wgBackendResponseTime":159,"wgHostname":"mw1269"});});

Popular posts from this blog

Florida Star v. B. J. F.

Danny Elfman

Retrieve a Users Dashboard in Tumblr with R and TumblR. Oauth Issues